YESUS BAGI ORANG NON RELIGIUS oleh John Shelby Spong

MEMISAHKAN YESUS INSANI DARI MITOS
MEMBUKA PINTU BAGI SEBUAH PENCARIAN BARU
            Tulisan Spong dalam buku ini ingin menjelaskan tentang keyakinan hidup pada akhir zaman Kristen. Spong menyatakan bahwa saat-saat ini kita menyaksikan kematian kekristenan, karena pernyataannya bahwa ia tidak ingin menyembah suatu Allah yang tidak dapat ia tantang atau  setia pada tradisi yang mengharuskannya mengunci rapat-rapat pemikirannya. Dengan ini banyak hal dalam sejarah dikatakan Yesus sudah tidak dapat dipercaya lagi. Orang-orang di luar sana menganggap jika keluar dari pemikiran kekristenan atau yang bersifat dogmatis dianggap jauh dari kesetiaan terhadap Allah. Allah masih didefinisikan orang-orang ini sebagai suatu hakikat yang adikodrati, yang berada di luar kehidupan ini dan tinggal di suatu tempat di atas langit dan terus secara berkala mencampuri sejarah manusia. Salah satu cara utama yang dipakai adalah kisah tentang Yesus yang dianggap sebagai tokoh penting dalam sejarah tentang campur tangan ilahi itu. Mulai dari kisah kehidupannya sampai kematian, kebangkitan hingga kenaikannya secara harafiah tidak masuk akal, dan juga menjadi suatu uraian teologi yang sukar dipahami. Orang kristen trasdisional sangat mempertahankan jawaban-jawaban dari masa lalu dan mempertahankannya untuk iman mereka. Mereka tidak mengerti bahwa mereka sebetulnya telah mengubur Yesus di dalam peti dari suatu dunia lain, suatu tempat lain, karena mereka mengambil posisi bertahan sehingga Yesus menjadi tawanan orang yang beragama secara histeris, orang yang terus menerus ketakutan, orang yang merasa tidak aman, atau Yesus menjadi sedikit lebih dari sebuah memori yang makin memudari, simbol zaman yang sudah tidak ada lagi. Di sisi lain Spong menegaskan bahwa Yesus berada bukan saja pada imannya, teteapi juga pada pusat seluruh keberadaannya.

            Petunjuk-petunjuk tentang pengalaman Yesus yang dialami orang saat itu dapat dipahami hanya ketika kita mengenakan lensa Yahudi untuk membaca dokumen yang pada hakikatnya dokumen Yahudi ini (Markus, Matius, Lukas dan Yohanes). Untuk memahami sang ilahi itu sendiri, Spong menyadari bahwa kehidupan rohaninya merupakan suatu perjalanan tanpa akhir menuju sang misteri itu. Mengutip Paul Tilich, menyebut Allah ini sebagai “Hakikat Ada itu Sendiri (Being Itself). Pencarian akan Allah sama dengan pencarian terhadap identitas saya sendiri. Spong dalam pandangannya tidak percaya bahwa seseorang, siapa pun dia dengan kuasa adikodratinya, membuat orang buta melihat, orang bisu bernyanyi dan orang lumpuh berjalan dalam pengertian harafiah apa pun. Seandaianya semua ini mungkin, perkembangan ilmu kedokteran menjadi sama sekali tidak perlu. Namun, perkembangan ilmu ini diperlukan karena penemuan atas penyebab dan penyembuhan penyakit selalu merupakan tanggung jawab manusia, bukan tanggung jawab ilahi. Zaman terjadinya mukjizat itu tidak pernah ada dan hanyalah fantasi yang tumbuh selama bertahun-tahun yang telah lewat. Semua hal kisah Yesus, seperti jalan di atas air, meredakan angin ribut, membangkitkan Lazarus atau anak permpuan Yairus, menurut Spong itu bukan ‘firman Allah’, melainkan lebih sebagai dunia fantasi atau khayalan! Dalam tulisan ini Spong akan menganalisa dengan seksama kisah-kisah tradisional tentang Yesus. Bukan tujuannya untuk menghancurkan Yesus, melainkan menghancurkan lapis-lapis beton yang terus makin mengeras yang telah mengurungnya.
TIDAK ADA BINTANG DI BETLEHEM
            Penyelidikan ini dimulai dengan kisah kelahiran Yesus, pernyataan tegas oleh Spong bahwa Yesus tidak dilahirkan di Betlehem, kota Daud! Hampir tidak ada kemungkinan bahwa klaim ini adalah sebuah fakta sejarah. Tempat kelahiran Yesus sangat mungkin di Nazaret, ia dilahirkan persis dalam cara yang sama dengan kelahiran orang lain. Logikanya seperti ini, kisah-kisah kelahiran selalu luar biasa, tetapi tidak pernah begitu sebagai sejarah. Bagaimanapun, di luar tanggung jawab keibuan, tidak ada orang yang menunggu seorang besar dilahirkan. Seorang individu pertama-tama harus menjadi besar dulu, lalu kisah-kisah yang meramalkan kebesaran di masa depan itu mulai beredar di sekitar asal-usulnya. Beberapa fakta yang berasal dari kawasan sejarah: menurut catatan sekuler, Raja Herodes Agung tampaknya telah mati pada tahun 4 SZB, dan setelah itu wilayah kekuasaannya dibagi ke dalam tiga wilayah yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur (prokurator). Pada waktunya Pontius Pilatus menjadi gubernur kekaisaran Roma untuk provinsi Yudea. Menurut catatan sekuler, Pilatus berkuasa tahun 26 ZB sampai 36 ZB. Dalam pengertian ini kita dapat memperoleh waktu yang lumayan akurat dari dimensi kehidupan Yesus. Kehidupan Yesus dari Nazaret dimulai sekitar tahun 4 ZB dan berakhir sekitar tahun 30 ZB. Yesus dikenal luas sebagai Yesus dari Nazaret, kemungkinannya karena Nazaret adalah kampung halaman Yesus. Ini adalah asumsi dari penulis Markus, injil tertua yang ditulis. Dalam narasi Markus, tidak ditemukan rujukan ke Betlehem, tetapi juga tidak ada petunjuk tentang kelahiran ajaib. Hal ini menunjukkan bahwa kisah tentang tempat kelahiran Betlehem bagi Yesus tidak masuk ke dalam tradisi Kristen sampai Matius menulis injilnya kira-kira tahun delapan puluhan Zaman Bersama. Tradisi Betlehem ini didorong bukan dari ingatan tangan pertama atau penulis pertama, melainkan semata-mata oleh penggunaan sebuah teks mesianik yang ditemukan di dalam kitab Nabi Mikha (Mi. 5:2), sebuah karya yang berasal dari abad 8 SZB. Mikha sanga perlu menulis bahwa sang Mesias akan dilahirkan di kampung Betlehem, yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Yerusalem? Karena kota ini adalah tempat kelahiran raja Daud yang agung dan pengharapan Yahudi telah lama menambahkan pemulihan takhta Daud ke dalam tradisi mesianik mereka yang sedang berkembang.
            Bahwa Betlehem akurat secara harafiah sebagai tempat kelahiran Yesus juga bergantung kuat pada kebenaran kisah tentang orang Majus. Dalam kisah ini yang hanya dikisahkan dalam Injil Matius, terdapat tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kisah ini adalah sebuah penafsiran yang disampaikan dalam bentuk khotbah, yang dikembangkan cukup luar biasa dari sebuah perikop dalam Yesaya 60. Dalam perikop Yesaya ini, raja-raja dikatakan mendatangi ‘cahaya (Allah) yang terbit (bagimu)” (60:2-3). Raja-raja ini datang dengan menunggang unta, mereka datang dari Syeba, dan mereka membawa emas dan kemenyan (60:6). Ini adalah inti kisah tentang orang Majus. Mengapa mur bisa masuk ke dalam kisah tentang orang Majus? Mur jelas tidak muncul dalam Yesaya 60. Ini memerlukan pemahaman sejarah Yahudi, pertama-tama dikatakan bahwa raja-raja datang dari Syeba. Contohnya, Raja dari negeri Syeba mengunjungi Raja Salomo (10:1-13). Tentang sang Ratu ini, dikatakan bahwa ia telah datang dengan unta dan membawa banyak rempah-rempah. Mur, mungkin sekali, masuk ke dalam cerita orang Majus melalui pintu ini.
            Mengenai bintang magis yang memimpin orang Majus ini yang posisinya di sebelah timur memberitakan kelahiran seorang raja Yahudi (Mat. 2:2). Bintang ini dipakai hanya sebagai mitos-mitos Yahudi. Dalam satu tradisi tafsir para rabi, sebuah bintang dikatakan telah memberitakan kelahiran Abraham, bapak bangsa Yahudi; sebuah bintang lainnya mengamanatkan kelahiran Isak, anak yang dijanjikan; dan masih ada sebuah bintang lainnya yang memberitakan kelahiran Musa, tokoh yang secara luar biasa membentuk kelahiran Yahudi. Faktanya, tidak ada bintang yang mengembara di dalam galaksi kita. Setiap bintang menjelajahi suatu lintasan yang sudah tetap sehingga dapat dibuat peta pergerakannya dengan komputer; dan lokasi persisnya di angkasa pada waktu kapan pun di masa lalu dan di masa depan dapat dengan tepat dihitung. Kisah tentang bintang di betlehem hanyalah fantasi pramodern. Tempat lahir Yesus di Betlehem bukan sejarah. Nabi Mikha tidak meramalkannya. Sebuah bintang tidak memberitakannya. Para Majus tidak mengikuti bintang itu. Bintang ini tidak membawa mereka ke istana raja atau ke rumah di Betlehem, tempat yang dikatakan oleh tradisi sebagai tempat kelahiran bayi Kristus. Para Majus tidak mempersembahkan emas, mur dan kemenyan. Semua rincian ini adalah bagian dari sebuah mitologi yang sedang tumbuh yang harus dipisahkan dari Yesus jika kita ingin melihatnya sebagaimana dia adanya.
ORANGTUA YESUS: KISAH GABUNGAN FIKTIF
            Sekali lagi ditekankan bahwa kisah kelahiran ditolak sebagai bukan sejarah, sebab sudah terlalu lama kita memperlakukan mitologi sebagai sejarah. Setiap orang tahu, kita katakan bahwa ayah insani Yesus bernama Yusuf. Kebanyakan dari kita tidak pernah mempertanyakan ketepatan kisah tentang Yusuf ini. Catatan pertama bahwa kedua orangtua Yesus sama sekali tidak disebut-sebut dalam bahan tulisan apa pun yang tersedia bagi kita sebelum dasawarsa kedelapan zaman Kristen; demikian juga, tidak ada petunjuk apa pun dalam tradisi saat itu yang menyatakan bahwa orang memandang kedua orangtuanya sebagai orang-orang istimewa dan penting. Dalam seluruh dokumen Paulus, yang ditulis tidak lebih awal dari tahun 50 ZB, dan tidak lebih kemudian dari tahun 64 ZB, tidak terdapat satu rujukan apa pun kepada kedua orang tua Yesus. Ketika Paulus berbicara mengenai asal-usul Yesus, satu-satunya hal yang dia katakan adalah bahwa Yesus “lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum taurat” (Gal.4:4). Kata yang diterjemahkan menjadi ‘perempuan’ dalam teks ini sama sekali di dalamnya tidak ada konotasi perawan. Logikanya seorang anak dalam masyarakat apapun, seseorang anak sesungguhnya tidak bisa dilahirkan oleh seorang perawan. Paulus ingin mengatakan bahwa kelahiran Yesus betul-betul normal. Paulus tampaknya tidak pernah mendengar kelahiran ajaib Yesus, mungkin karena tradisi ini masih belum berkembang. Kemudian juga, Paulus tampaknya tidak tahu atau bahkan tidak peduli terhadap detail-detail lebih jauh tentang orang tua Yesus. Jika dibandingkan dari tulisan Injil Markus tentang keluarga Yesus, jelaslah sudah bahwa ia tidak pernah mendengar perihal legenda kelahiran apa pun yang sedang berkembang. Pada dua tempat, Markus memberi kita rujukan-rujukan kepada keluarga Yesus, tetapi keduanya sangat negatif (3:31-35; 6:1-4). Markus menyarankan bahwa keluarga Yesus terdiri dari seorang ibu, empat saudara laki-laki (yang diberi nama Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon) dan sedikitnya dua saudara perempuan. Ayah sama sekali tidak disebutkan. Kisah ini diambil ketika Markus bercerita bahwa keluarga Yesus peduli pada kesehatan mental Yesus dan pada akibat perilakunya yang aneh terhadap posisi sosial mereka. Terlihat secara jelas tentang kegiatan Yesus di muka umum, sebab kata mereka ia tidak waras lagi (3:21). Ahli-ahli taurat menyebut Yesus kerasukan Beelzebul (ay.22). Menurut Markus, Yesus betul-betul menolak campur tangan anggota keluarganya dalam kehidupannya dan di muka umum ia betul-betul menolak mengakui baik ibunya maupun saudara-saudaranya dengan mengklaim bahwa ibunya dan saudara-saudaranya adalah mereka yang melakukan kehendak Allah (3:31-35). Menganggap bahwa Yesus sudah tidak waras lagi hampir-hampir bukanlah sebuah respons yang pas dari seorang ibu yang pernah didatangi malaikat untuk memberitahunya bahwa ia akan mengandung seorang anak yang ilahi. Dalam Markus 6:3 “Bukankah ia ini tukang kayu, anak Maria?”, kata-kata ini mengandung konotasi ‘haram jadah’ yang dikenal dalam bahasa kita. Markus pasti menyadari hal itu ketika menulis perikop ini.
            Yusuf, nama ayah insani Yesus, dimasukkan ke dalam tradisi pertama kali oleh Matius menjelang pertengahan dasawarsa kesembilan. Sekali gagasan tentang kelahiran perawan menjadi bagian dari tradisi, dibutuhkan sosok seorang laki-laki yang akan menjadi pelindung bagi Maria yang hamil dalam masyarakat patriakal yang kejam. Inilah legenda kelahiran perawan masuk ke dalam kisah Kristen. Ini merupakan ciptaan Matius, kisah ini memang indah tetapi tidak alamiah. Masalah utama dalam hal ini tentang kelahiran Yesus. Pertama, kata perawan (atau dara) tidak ada dalam teks asli ibrani dari Yesaya 7:14. Kedua, teks Ibrani Yesaya menyiratkan bukan bahwa seorang perempuan akan ‘mengandung’, sebagaimana dikutip Matius, melainkan bahwa seorang perempuan ada ‘bersama seorang anak’. Ini berarti perempuan itu bukanlah seorang perawan. Ketiga, perempuan muda bersama seorang anak dalam teks Yesaya merupakan suatu tanda bahwa bangsa Yehuda akan tetap bertahan kendatipun pada waktu itu sedang dikepung oleh aliansi raja-raja dari kerajaan Utara dengan Siria yang ingin memaksa kerajaan Yehuda bersama-sama mereka berperang melawan kekuatan Asyur. Kisah kelahiran ajaib Yesus jelas disusun untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain. Mungkin kisah ini dirancang untuk menutupi suatu bidang tidak terlindung dalam kisah kristen. Lebih dari itu, kisah kelahiran perawan adalah suatu sarana sastrawi yang sudah dikenal baik dalam dunia kuno untuk menjelaskan sifat-sifat luar biasa dari seorang pemimpin.
            Bagaimanapun, sekali tradisi kelahiran perawan diperkenalkan, seorang ayah insani harus disediakan bagi drama yang mengisahkannya; masyarakat patriarkal memerlukan ini. Dengan demikian, kelahiran perawan dan ayah insani muncul serentak dalam tradisi. Jika tidak ada tradisi tentang kelahiran perawan, sosok Yusuf tidak akan pernah diciptakan. Yusuf tidak pernah muncul dalam tradisi injil di luar kisah kelahiran. Matius mengubah skandal yang telah dibuat oleh Markus tentang Yesus, “Bukankah ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibunya bernama Maria?” (Mat. 13:55). Yusuf dari awal sampai akhir adalah sosok mitologis hasil ciptaan murni penulis injil yang kita sebut Matius.
KESEJARAHAN DUA BELAS MURID
            Spong dengan tegas menyatakan dalam tulisannya bahwa kita akan menemukan bahwa dua belas murid itu lebih nyata sebagai simbol daripada sebagai kenyataan yang sebenarnya. Injil yang pertama, Markus, memberi kita untuk pertama kalinya nama kedua belas murid. Markus memberi gambaran bagaimana proses mereka dipilih (3:13-19). Hal yang menarik tentang kisah Yudas Iskariot ‘yang mengkhianati dia’. Ini merupakan tempat pertama munculnya gagasan dalam tradisi Kristen bahwa salah seorang dari dua belas murid adalah seorang pengkhianat. Rupanya, Paulus tidak pernah mengenal ada seorang murid yang menjadi pengkhianat.  Dalam catatannya di 1 Korintus tentang pengkhianatan, ia tidak pernah mengaitkan tindakan itu dengan salah seorang dari kedua belas murid. Dalam tulisan Markus dijelaskan secara detail tentang pengkhianatan seorang murid kepada Yesus, dan setelah Markus, tradisi mengenai ‘kedua belas murid’ rupanya berkembang. Sebutan iskariot ini rupanya merupakan gambaran watak kedua Yudas, sebab menurut dugaan terbaik kita, kata ini berasal dari kata sikarios, yang berarti ‘pembunuh politik’. Tetapi, semakin kita mempelajari Yudas Iskariot dalam injil-injil, semakin kurang tampak bahwa dia adalah sosok sejarah, dan sekarang saya percaya bahwa ia sebetulnya tidak pernah ada. Yudas, sama seperti Yusuf adalah suatu sosok sastra yang diciptakan sebagai seorang pengkhianat. Keraguan pertama Spong, yakni Paulus rupanya tidak sadar bahwa seorang anggota dari kedua belas murid adalah orang yang ‘menyerahkan’ Yesus. Paulus memunculkan gagasan bahwa Yesus telah diserahkan dengan memakai kata-kata ini: “Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti” (1 Kor. 11:23). Paulus tidak menyebut adanya tindakan pengkhianatan, kemudian ketika Yesus dibangkitkan, ia menampakkan diri, kepada kedua belas murid. Gagasan bahwa si pengkhianat dapat hadir bersama dengan kedua belas murid pada Paskah kebangkitan Yesus pada dasarnya tidak dapat dipercaya. Menurut Matius, pada waktu Paskah, Yudas telah menggantung dirinya. Rupanya Paulus tidak pernah mendengar kisah tentang Yesus diserahkan oleh salah seorang dari kedua belas murid.
            Kisah Yudas ditemukan dalam kisah-kisah pengkhianatan lain dalam kitab suci Ibrani. Semua detail tentang Yudas dapat ditemukan dalam kisah alkitabiah sebelumnya. Dalam kisah kitab kejadian tentang dua belas anak Yakub, yang menyerahkan saudara mereka Yusuf untuk dijual sebagai budak, yang berusaha menerima uang untuk tindakan ini adalah saudaranya yang bernaam Yehuda, anak keempat Lea. Yudas dan Yehuda pada dasarnya adalah nama yang sama. Kemudian, dalam kisah tentang pengkhianatan Ahitofel terhadap Raja Daud, teks mengatakan bahwa si pengkhianat makan di meja “orang yang diurapi Tuhan”. Peristiwa Ahitofel ini  tentulah ada di belakang detail perjamuan malam yang dimasukkan dalam empat injil. Ketika tindakan pengkhianatan Ahitofel ini ditemukan, ia segera pergi ke luar lalu menggantung dirinya sama seperti yang dikatakan dilakukan oleh Yudas. Cerita tentang mengkhianati seorang sahabat dengan sebuah ciuman berasal dari cerita tentang Yoab mencium Amasa ketika mengeluarkan isi perutnya dengan sebuah pedang yang ada di tangan kanannya (2 Sam. 20:9-10). Dalam kitab Zakharia, kita temukan bahwa raja Israel sebagai gembala dikatakan telah dikhianati dengan tiga puluh uang perak. Kemudian, si pengkhianat melemparkan uang perak itu kembali ke rumah Tuhan sama seperti yang dikatakan telah dilakukan Yudas. Hal terpenting bagi saya adalah bahwa saya telah tiba pada keyakinan bahwa Yuda Iskariot dan tindakan pengkhianatan itu tidak pernah ada dalam sejarah. Jika Yesus adalah pendiri Israel baru, ini adalah salah satu klaim yang dibuat baginya. Israel baru haruslah memiliki dua belas suku sebagaimana dimiliki Israel lama. Akhirnya, tampak dari kisah yang diceritakan Lukas dalam kitab Kisah Para Rasul (1:15-26) bahwa yang penting adalah bilangan dua belas, bukan jati diri dua belas murid.

Spong menegaskan bahwa orang yang telah memahami kisah-kisah injil secara harafiah baiklah mulai merasakan bahwa segala sesuatu yang dulu mereka percayai kini runtuh. Ini haruslah runtuh, sebab pemahaman harafiah membuat kuasa pengalaman akan Yesus tersembunyi dari kita, padahal pengalaman itulah yang pertama-tama melahirkan penjelasan-penjelasan itu. Hakikat dari kisah injil bukan terletak dari detail-detail ini, itulah sebabnya detail-detail ini dapat dilepaskan tanpa mengkompromikan inti iman kristen. 

Comments

Popular posts from this blog

MODERNISASI DALAM PERSPEKTIF KEKRISTENAN

STRATEGI MENGHINDARI SESAT PIKIR

Resensi Buku Fenomenologi Agama